Menarik Sih, Tapi Kok... #1

Pernah gak, kalian nyaman bersama seseorang yang bahkan belum lama kalian kenal. Asik dalam topik dan pola pikir yang sama. Sanggup bertahan dengan diri sendiri tanpa harus terkekang rasa sungkan. Tapi selalu ragu ketika akan memutuskan tuk memacarinya.
tato

Menarik sih, tapi kok bertato

Beberapa saat lalu, saya mengunjungi seorang teman. Kebetulan daerah kerja lapangannya cukup dekat dari rumah. Ya lumayah sih, sekitar lima, hmm... lima jarilah kalau dari google map.

Seseorang yang cukup lama saya kenal. Memiliki waktu dan tempat beraktifitas yang hampir sama ketika kuliah dulu. Mulai dari belajar, bermain, belajar bermain, belajar sambil bermain, belajar yang dibuat bermain dan sebagainya. Benar, kami teman se-angkatan dan sempat beberapa tahun tinggal bersama.

Meski begitu, kami bukan teman yang sangat dekat. Bukan yang selalu memaksakan bersama dalam berbagai hal. Bukan pula teman yang sekedar tahu nama atau hanya menjadi tempat membuang salam. Yaa biasa aja.. kami teman, bukan pasangan.

Hari itu menjadi hari paling –merepotkan- dalam seminggu. Dimana mewajibkan melakukan berbagai hal terlebih dahulu sebelum bisa bebas mengunjungi seorang teman. Bangun pagi, sholad, mandi, sarapan, menyiapkan apa yang harus dibawa, ijin ke orang tua, isi bensin, manasin motor. Fiiuuuuuuhhh… sungguh merepotkan.

Setelah segalanya siap, perjalanan pun dimulai. Menyusuri aspal demi aspal. Panas, hujan, mendung ku lewati. Toko demi toko tak ku –ampiri-. Begitu panjang perjalanan itu, namun tak berasa. Mungkin karena motor yang dipacu dengan kecepatan standar, dengan diiringi pikiran yang tak jelas terfokus kemana.

Sempat teringat kenangan saat kuliah. Saat dimana sering bersama teman sebaya. Melakukan berbagai hal tanpa batasan waktu yang ketat. Dimana melakukan sesuatu bersama sangat mudah dilakukan. Tak seperti saat ini.

Cukup lama kami tak bertatap muka dan berbicara secara langsung. Bahkan personal chat pun jarang. Tentu karena kesibukan masing-masing. Dia sibuk bekerja dan saya sibuk memperbaiki kualitas tidur, kebanyakan soalnya.

Perbincangan sering kali hanya melalui grup chat angkatan atau lainnya. Tentu bukan perbincangan dengan kualitas baik karena melibatkan banyak orang. Perbincangan random dengan topik,  pola pikir dan tanggapan yang random pula. Benar, bahasan kami memang seputar ibu-ibu bermatic dan kecoa terbang.

Setelah cukup ribet mencari, akhirnya bertemulah kami. Senang sekali bisa kembali bertemu. Dengan wajah berbinar dan senyuman lebar, menjadi salam pertama kami. Cukup lama tak satupun kata terdengar kala itu, hanya ada mata yang saling bertemu dan telah teralihkan dari pesona lainnya. Jancuks lebay yaa, padahal ketemuan sama cowok juga. Maaf ya, maaf hehee.

Karena datang saat jam kerja, terpaksa harus mengikuti kegiatannya. Ya walaupun cuma ngekor aja sih. Disitu terlihat betapa sibuknya dia. Berusaha mengordinasikan antara pekerja, atasan, warga lokal, saya yang saat itu ada disana dan tentu rokok yang dikonsumsinya sendiri. Semua dikordinasikan agar berjalan sesuai harapan.

Saya ikuti setiap kegiatannya disana. Sambil sesekali kami bergurau atau membicarakan hal-hal tak berfaedah. Sampai pada akhir jam kerja dan kami pun menuju –mess- miliknya. Setelah bebersih dan makan malam, kegiatan kembali diisi dengan gurauan dan perbincangan tak jelas lainnya.

Saat itu, dia bercerita bahwa telah bertemu dengan seorang perempuan. Orang baru yang sebelumnya bukan bagian dari -samudera pertemanan- yang dia miliki. Yaa memang bukan suatu yang mengagetkan sih, tapi tetap menarik tuk diikuti

Mereka bertemu pada sebuah event clothing di Surabaya. Seorang SPG yang mungkin sedang bekerja disana. Mungkin yaa, soalnya sedikit lupa ceritanya hehe. Pokoknya ketemu disana, saling tertarik, tukeran id app chat, gitulah ya seterusnya.

Setelah terjalin komunikasi yang cukup intens, kata dia. Mereka memutuskan bertemu kembali dan melakukan beberapa -kegiatan bersama-. Hmm… agak gimana gitu yaa. Mereka memutuskan bertemu kembali dan melakukan beberapa kegiatan, seperti makan, ngopi, nonton, emmm… yaa semacam itulah pokoknya.

Detik demi detik berlalu, hari demi hari pun berganti. Tanpa terlewat akan kabar satu sama lain. Melakukan -kegiatan bersama-, kerap dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Bahkan telah terjadwal rapi pada tiap otak masing-masing. 

Seiring berjalannya waktu, perasaan satu sama lain pun berkembang. Rasa penasaran ketika awal bertemu, kini berubah menjadi nyaman. Dari yang dituntut mencari bahan obrolan, kini telah asik dalam topik dan pola pikir yang sama. Perasaan itulah yang mendorong keduanya sanggup bertahan dengan dirinya sendiri. Mampu menjalani hubungan tanpa berusaha menjadi orang lain. 

Roda kehidupan telah berputar. Yang diatas berganti menjadi dibawah. Semua permasalahan pasti menemukan penyelesaian. Yang sebelumnya tanpa permasalahan, kini mulai muncul permasalahan. Siklus itu pun kini menghampiri mereka. 

Kebahagian yang dirasakan, kedamaian hidup, kini mulai terusik. Bukan karena negara api menyerang, atau kehadiran orang asing. Tetapi karena keresahan masing-masing. Resah akibat meningkatnya rasa satu sama lain. Menjadi pendorong bertambahnya keinginan mereka untuk mendapatkan yang lebih. Yaitu status hubungan.

Pernah tersemat pikiran tuk meningkatkan status hubungan mereka. Dari sekedar teman dekat menjadi pacar. Seseorang yang kelak bisa menjadi pendamping menjalani bahtera kehidupan. Sungguh harapan yang mulia namun tak kunjung terlaksana.

Lantas kenapa tak segera kau tembak saja boy? Celetukku saat itu. Dia hanya menunduk diam, seperti ada yang mengganjal. Pikiranku kemana-mana, melayang tak karuan. Seketika saya terkagetkan dengan tingkahnya yang tiba-tiba berdiri tanpa aba. Berdiri, lalu membenarkan posisi celana dibagian selangkangan. Oh benar ada yang mengganjal, bisikku dalam hati.

Ternyata hubungan itu juga menjadi –momok- baginya. Membuat mereka mengenal dan mengetahui lebih banyak dari yang orang lain tahu. Mulai dari sifat, perilaku, bahkan yang lainnya. Mungkin ini yang dimaksud -berkah datang bersama musibah- menurut orang-orang.

“Ada sebuat tato pada punggungnya,” ungkapnya. “Kau tau kan ortuku seperti apa?” Seorang yang cukup ketat soal perkara agama, jawabku dalam hati. Dia bingung bagaimana harus bersikap ketika nanti ortunya tahu. Kebingungan yang sama denganku pada saat itu. Bingung menentukan tanggapan dan memilih tuk diam.

“Mungkin aku bisa nabung, nanti nyuruh dia buat ngilangin tatonya.” “Tapi, tatonya bentuk tulisan dan itu nama mantannya,” imbuhnya cepat. Pikiranku yang sempat tenang itu kini mulai kembali tak karuan. Berantakan, melayang tak tahu jalan keluar. 

Kenapa sih? Pertanyaan itu yang memenuhi otakku. Dari sekian banyak tato, kenapa sih harus nama mantan? Kenapa gak gambar hewan apa gitu? Singa, naga, macan, kelinci, atau kecoa sekalipun. Kenapa gak gambar tumbuhan? Mawar, tulip, kaktus, atau sepatu. Sebegitu ber-seni-kah nama mantannya?

Kebingungan yang tak mau kutanyakan padanya. Pada seorang teman, pelaku dan nara sumber. Seseorang yang mungkin dalam hati kecilnya juga mempertanyakan hal tersebut. Namun enggan mencari tahu atau menginterview sang pelaku. Entah enggan mencari tahu atau enggan mengetahui sesuatu yang jawabannya sesuai dengan perkiraannya selama ini.

Alhasil, suasana sunyi pun terjadi. Sesekali kami hanya saling memandang dan melempat senyum palsu. Memikirkannya sambil sesekali menghirup -udara segar- dari rokok masing-masing. Memikirkan tanpa berusaha mencari pembenaran.

Mungkin benar kata mereka yang -telah tua-. Kita tidak benar-benar bisa mengatur kepada siapa akan tertarik, merasa nyaman dan jatuh cinta. Kerap kali rasa itu hadir tanpa mengenal waktu, tempat, situasi dan kondisi yang dialami negeri ini

Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Sebagaimanapun menariknya sesuatu, pasti memiliki cacat padanya. Tak jarang cacat itu justru menjadi –penurun- kualitas. Karenanya juga, nilai positif bisa tak tampak atau dilupakan.


Selanjutnya.   >>>

Bagikan

Jangan lewatkan

Menarik Sih, Tapi Kok... #1
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Translate